PEMBERONTAKKAN DI/TII
SUKARMADJI MARIDJAN KARTOSUWIRJO
NII: SEBUAH MATA RANTAI YANG TERPISAH
OLEH:MURSAL
Y
GURU
SMAN 1 AMPEK ANGKEK
AGAM-SUMATERA
BARAT
Informasi dan pemeritaan beberapa minggu terkhir menghiasi layar media baik media konfensional Koran dan televisi
maupun media sesial akir-akir ini. Di awali dengan viralnya video shallat idul
fitri /2023 di salah satu pondok pesantren.
Video ini menjadi viral karena adanya sesuatu yang tidak biasanya. Saf shallat
yang berjarak dan adanya jemaah perempuan di tengah-tengah jemaah laki-laki.
Video viral yang memicu demo besar-besran semula dengan isyu penistaan agama kemudian
berkembang ke berbagai hal, salah satunya adanya isyu tentang afiliasi dan
keterkaitan dengan gerakan Negara Islam Indonesia atau yang lebih dikenal
dengan NII KW 9. Kalau kita perhatikan
isyu tentang gerakan NII ini sering muncul dalam perbincangan bangsa Indonesia
beberapa tahun terakir. Tentu ini sebuah pertanyaan ada apa dengan NII dan
mengapa isyu tentang NII sering menghiasi panggung politik bangsa Indonesia.
Tulisan ini tidak secara spesisik membahas
tentang isu di atas. Tulisan ini akan membahas tentang sejarah pergoalakkan
politik di awal kemerdekaan yang menyebabkan terjadinya peristiwa
pemberontakkan DI/TII di bawah pimpinan Sukarmadji Maridjan Karto Suwirjo yang
mendirikan Negara Islam Indonesia. Meski demikian akan bisa juga melihat benang
merah dengan peristiwa dan isyu-isyu NII dewasa ini.
Gerakan DI/TII yang
bertujuan mendirikan Negara Isalam
Indonesia merupakan pemberontakkan pertama dalam sejarah kemerdekaan Indonesia
yang dilator belakangi oleh permasalahan politik. Peristiwa DI/TII disebabkan
oleh maslah penerimaan terhadap hasil
perjanjian Renville. Penanda tanganan perjanjian renville membawa sejumlah
konsekuensi bagi bangsa Indonesia. Konsekuensi ini disebabkan oleh isi
perjanjian tersebut, yaitu:
- Pembentukan
Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan segera.
- Republik
Indonesia merupakan negara bagian RIS.
- Belanda
tetap menguasai seluruh Indonesia sebelum RIS terbentuk.
- Wilayah
Republik Indonesia yang diakui Belanda hanya Yogyakarta, Jawa Tengah, dan
Sumatera.
- Wilayah
kekuasaan Indonesia dengan Belanda dipisahkan oleh garis demarkasi yang
disebut Garis Van Mook.
- TNI
harus ditarik mundur dari Jawa Barat dan Jawa Timur atau wilayah-wilayah
kekuasaan Belanda.
- Akan
dibentuk UNI Indonesia-Belanda dengan kepalanya Raja Belanda.
- Akan
diadakan plebisit atau referendum (pemungutan suara) untuk menentukan
nasib wilayah dalam RIS.
- Akan diadakan pemilihan umum untuk membentuk Dewan
Konstituante RIS.
Tidak semua
tokoh dan pejuang kemerdekaan menerima isi perjanjian Renville. Salah seorang
tokoh yang tidak mau menerima perjanjian Renville adalah Sumakarmadji Maridjan
Karto Suwirjo. Karto Suwirjo seorang
tokoh peregerakan nasional yang cukup disegani selama pendudukan Jepang dia
mendirikan Masyumi. Pada perang
kemerdekaan Karto Suwirjo memimpin pasukan yang cukup kuat di Jawa Barat dalam
melawan Belanda.
Karto Suwirjo
tidak menerima isi perjanjian Rencille dan dia menolak untuk tunduk dengan keputusan
pemerintah pusat. Menurut Karto Suwirjo, Soekarno, dalam hal ini pemerintah
pusat telah mengkhianati perjuangan bangsa Indonesia sesuai dengan cita-cita
proklamasi 17 agustus 1945. Karena dalam perjanjian Renville pemerintah
Indonesia harus menerima konsekuensi berubah dari Negara yang berbentuk
kesatuan menjadi Negara serikat atau RIS. Menerima keinginan Belanda untuk membentuk Negara
RIS menurut Karto Suwirjo memberikan kesempatan dan jalan bagi Belanda untuk
ikut campur dalam urusan bangsa Indonesia. Kedaulatan bangsa Indonesia yang
diproklamirkan 17 Agustus 1945 menjadi hilang karena ikut campur tangan Belanda
dalam RIS. Selain itu pengakuan wilayah Indonesia secara devacto atas Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Sumatera. alasan lain menyebut pemerintah pusat mengkhianati perjuangan
karena daerah di luar yang diakui oleh perjanjian Renville menjadi jatuh ke
tangan Belanda.
Karto Suwirjo
akhirnya memproklamirkan beridirinya Negara Islam Indonesia di Jawa Barat
dengan menjadikan pasukannya sebagai basis perlawanan yang disebutnya dengan
Darul Islam (DI), Tentara Islam Indonesis (TII) pada 17 Agustus 1949. Pemerintah Indonesia berusaha menyelesaikan
pemberontakan DI/TII karto Suwirjo dengan cara damai dengan membentuk sebuah komite
yang dipimpin oleh M. Natsir. Komite ini gagal untuk membujuk dan menarik
kembali Karto Suwirjo ke pangkuan ibu pertiwi. Gagalnya usaha damai yang dilakukan oleh M.
Natisr menyebabkan terjadinya perang saudara antara pemerintah republik dengan
DI/TII Karto Suwirjo.
Pemberontakan
DI/TII merupakan pukulan berat bagi TNI.
TNI harus ditarik mundur dari Jawa
Barat dan Jawa Timur atau wilayah-wilayah kekuasaan Belanda ke wilayah
kekuasaan Indonesia Jogja harus menghadapi perlawanan pasukan Karto Suwirjo.
TNI menghadapi dua musuh sekaligus, pasukan belanda dan pasukan DI/TII Karto
suwirjo.
Pemerintah
mengerahkan pasukan untuk menumpas DI/TII. Penumpasan DI/TII pemerintah melaksanakan
operasi Baratayudha atau dikenal
juga dengan operasi pagar betis. Operasi Baratayudha penumpasan ini
membuat pasukan Karto Suwirjo terdesak. Pasukan Karto Suwirjo yang semakin
terdesak akhirnya melakukan kekerasan, perampokkan dan pencurian terhadap hewan
ternak dan hasil pertanian rakyat. Akibatnya rakyat menjadi marah dan membantu
untuk menumpas DI/TII.
Pemberontakkan
DI/TII akhirnya bisa ditumpas dan Karto Suwirjo
dihukum mati. Berakhirnya pemberontakkan DI/TII dan dihukum matinya
Karto Suwirjo bukan berate permasalahan DI/TII dan Negara Islam Indonesia telah
selesai. Yang bisa dipadamkan adalah pemberontakkan Karto Suwirjo, namun ide
Negara Islam Indonesia ternyata belum padam. Setelah DI/TII karto Suwirjo
kemudian muncul kembali DI/TII di Sulawesi dan Kalimantan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar