HUMAN TRAFICKING ROMUSHA GAYA BARU

 

HUMAN TRAFICKING  ROMUSHA GAYA BARU



Oleh:  Mursal Y

Tinda Pidana Penjualan Orang atau TPPO dewasa ini sangat marak terjadi. Pada bulan Juli 2023 polisi berhasil menangkap sejumlah sindikat penjualan orang dan menyelamatkan ratusan korbanya. Modus yang digunakan oleh pelaku adalah menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji yang tinggi. Namun setelah calon tenaga kerja berhasil mereka rekrut ternyata mereka ditipu. Mereka bukan ditempatkan bekerja sebagaiman yang dijanjikan. Para pekerja tersebut dipekerjakan di Negara dan tempat yang tidak sesuai yang dijanjikan. Mirisnya di tempat kerja tersebut mereka tidak diberi gaji, mendapat siksaan disekap dan bentuk penyiksaan lainnya yang sangat tidak manusiawi.

Para korban  human traficking atau TPPO ini tergiur untuk bekerja di luar negeri dengan iming-iming gaji besar tentu tidak terlepas dari kondisi ekonomi para korban. Alaasan lain mungkin juga  keinginan untuk mendapat penghasilan yang besar di luar negeri.  Sulitnya mencari pekerjaan dengan penghasilan yang mencukupi di dalam negeri tentu menjadi salah satu alasan sekaligus penyebab para korban tergiur untuk menerima tawaran pekerjaan oleh para sindikat TPPO. Bahkan juga ditemukan para korban rela untuk membayar sejumlah uang untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Kondisi e dekonomi dan social masyarakat seperti diuraikan di atas menjadi lading empuk bagi para sindikat TPPO untuk menjaring para korbanya.

Kalau kita buka lembaran sejarah bangsa Indonesia sesungguhnya tindakan TPPO yang terjadi dewasa ini juga pernah terjadi di era penajajahan Jepang dalam kontek dan situasi yang berbeda.  Jepang menghadapi perang Asia Timur Raya atau perang dunia kedua membutuhkan  dana yang cukup banyak untuk menghidupkan mesin-mesin perangnya. Jepang membutuhkan jumlah tenaga kerja yang sangat banyak untuk mendukungnya dalam menghadapi perang. Jepang juga membutuhkan tenaga kerja yang banyak guna membangun infrastruktur guna memudahkan membawa hasil eksploitasi di daerah jajahanya serta mesin-mesin perangnya.

Pembangunan infrastruktur perang Jepang dengan menerapkan kerja pakasa kepada rakyat tanah jajahan yang dikenal dengan nama romusha.  Cara yang ditempuh Jepang dalam merekrut tenaga romusha hampir sama dengan cara-cara yang dilakukan oleh sindikat TPPO dewasa ini. Jepang menawarkan kepada rakyat tanah jajahan untuk bekerja di perusahan-perusahaan Jepang di luar daerahnya dan akan diberi gaji yang tinggi. Tawaran pekerjaan dan rayuan gaji yang tinggi ini membuat rakyat tanah jajahan termasuk rakyat Indonesia mendaftar untuk menjadi romusha.

Rakyat tanah jajahan dengan sukarela mendaftarkan diri untuk menjadi romusha karena sulitnya ekonomi dan susah kehidupan di zaman penjajahan Jepang waktu itu. Ternyata setelah mereka mendaftar sebagai romusha, para romusha dibawa dari daerahnya ke tempat-tempat kerja pakasa yang jauh dari daerah asal mereka. Para romusha dipaksa bekerja untuk membangun rel kereta api, menggali lobang-lobang pertahanan dan pekerjaan paksa lainnya. Romusha bekerja di camp-camp kerja paksa di tengah hutan dengan tidak diberi makan dengan cukup dan tetap dipaksa bekerja meski dalam keadaan sakit. Sangat banyak para romusha yang meninggal dunia di camp kerja paksa baik karena penyakit menular, malaria maupun karena kecelakaan kerja. Sangat sedikit dari romusha  yang selamat dan pulang ke daerah mereka masing-masing setelah kekalahan Jepang pada peraang dunia II.

                                             romusha kerja paksa membanguin rel-rel kereta api

                                            Kondisi pekerja paksa romusha

Calon romusha yang menggalami nasib baik karena tidak jadi diberangkatkan terjadi di Minagkabau (Sumatera Barat). Para pemuda di Sumatera Barat direkrut oleh Jepang untuk di jadikan romusha dan dijanjikan untuk bekerja di perusahaan Jepang di Logas Vietnam. Sangat banyak pemuda yang mendaftar menjadi romusha. Bagi masyarakat Minang waktu itu mereka mendaftar untuk pergi ke Loge. Loge  adalah sebutan orang Minang untuk Logas. Para calon romusha dari Minang  tidak jadi diberangkatkan ke Logas karena Jepang terlanjur kalah dalam Perang dunia II.

Calon romusha yang gagal diberangkatkan ini disuruh pulang ke daerah mereka masing-masing. Banyak dari pemuda calon romusha  ini yang tidak pulang ke kampong halamannya karena malu. Mereka malu pulang ke kampungnya takut ditertawakan oleh orang kampungnya karena sudah tertip[u oleh Jepang. Mereka malu karena waktu akan berangkat mereka dengan bangganya menyampaikan kalau mereka mau ke Loge/Logas. Para calaon romusha ini banyak hidup menggelandang di Bukittinggi. Maka sejak itu di masyarakat Minangkabau ada pameo jan maloge juo. Jan maloge  maksudnya jangan membual. Pameo ini cukup lama menjadi penghias perbincangan masyarakat bahkan sampai tahun 1980-an masih ada.

 

Terimakasih

 

  

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA KE NUSANTARA

                                         PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA KE NUSANTARA   Oleh: Mursal Y    ...