AVRO ANSON: PESWAT ANGKUT MILITER RI PERTAMA DIAWAKI HALIM PERDANA KUSUMA DAN ISWAHYUDI

 

PESAWAT AVRO ANSON:
PESAWAT  ANGKUT MULTIFUNGSI MILITER PERTAMA
REPUBLIK INDONESIA:
POWER OF AMAI - AMAI


Oleh: Mursal Y

                          Sumber foto: Avro Anson RI 003  Wikipedia-Bahasa Indonesia

 

Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 membutuhkan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia. Dukungan dari rakyat akan diperoleh kalau kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah dalam menghadapi Belanda diketahui dan dipahami oleh rakyat. Kebijakan yang akan diambil pemerintah antara lain mendapat dukungan keuangan dari rakyat. Dukungan keuangan dari dari rakyat sangat dibutuhkan untuk modal perjuangan dan pembelian senjata dalam rangka menghadapi kemungkinan Belanda melancarkan agresinya.

Kondisi yang dihadapi negara dalam menghadapi berbagai tindakan aggresor Belanda merupakan hal melatarbelakangi perjalanan Muhammad hatta ke sumatera pada tahun 1947. Misi Muhammad Hatta, wakil presiden,  ke Sumatera adalah untuk bertemu dengan tokoh-tokoh perjuangan dan rakyat menjelaskan kondisi Negara dan kebijakan yang akan diambil dalam menghadapi Belanda. Muhammad hatta mempersiapkan sumatera sebagai basis perlawana rakyat dalam menghadapi Belanda apabila Jawa terus ditekan dan jatuh ke tangan pasukan Belanda.

Misi Hatta di Sumatera dimulai dari Aceh, terus ke Sibolga kemudian ke kampung halamannya di Bukittinggi. Perjalanan Muhammad Hatta di Sumatera mendapat sambutan hangat dan dukungan dari para tokoh-tokoh pejuang dan rakyat di setiap daerah yang dikunjunginya. Saat Muhammad Hatta sampai di Bukittinggi, Hatta memilih untuk beristirahat dan mengkonsilidasi dukungan para pejuang, ulama dan rakyat di kampung halamanya sendiri. Muhammad Hatta menjalankan misi pemerintahannya di Bukittinggi dengan berkantor di Istana  Tri Arga dekat Jam Gadang Bukittinggi, sekarang gedung tersebut diganti namanya dengan Istana Bung Hatta.

Langkah pertama Muhammad Hatta di Bukittinggi adalah membentuk panitia pengumpul emas pada tanggal 27 September 1947. Panitia pengumpul emas ini diketuai oleh  Mr. A Karim, direktur Bank Negara. Panitia pengumpul emas ini bertujuan untuk mengumpulkan sumbangan emas dari rakyat Bukittinggi dan Minangkabau guna membeli sebuah pesawat tempur.

Setelah membentuk panitia pengumpul emas, Hatta berkeliling nagari menemui para ulama dan tokoh-tokoh pejuang. Hatta menyampaikan misi dan tujuannya ke Bukittinggi, yaitu menghimpun dukungan dan dana untuk perjuangan mempertahankan kemrdekaan Indonesia. Dana yang dikumpulkan dalam bentuk emas akan dibelikan pesawat tempur dan persenjataan.

Sebuah pertanyaan mungkin timbul dibenak kita, mengapa Hatta memiliki ide mengumpulkan dana rakyat dalam emas bukan uang atau yang lainnya ?

Beberapa alas an dapat dikemukan:

Pertama sebagaimana diketahui bahwa permaslahan ekonomi Indonesia di awal kemerdekaan sangatlah sulit.  Terjadinya hiper inflasi akibat banyaknya mata uang yang beredar. Mata uang gulden Belanda diberlakukan kembali oleh NICA, mata yang Jepang tetap dapat menjadi alat tukar yang sah sementara pemerintah juga mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia ) sebagai alat tukar. Sebagai seorang ekonom Hatta tentu memahami bahwa nilai mata uang saat itu sangat rendah.Nilai mata uang yang sangta rendah menjadi semakin tidak bernilai untuk gunakan untuk membeli pesawat tempur dan senjata dengan menggunakan kurs asing.

Sebagai orang Minang Hatta paham betul bentuk kearifan local masyarakat Minang dalam menyimpan kekayaan. Orang Minang suka menyimpan kekayaan dalam bentuk emas, baik dalam bentuk perhiasan maupun emas yang di simpan. Di Minangkabau emas yang disimpan ada dalam bentuk Rupiah emas, Uang suku, Ringgit emas, Masyarakat Minang dalam sistem ekonomi termasuk masyarakat yang merkantilis. Patokan benda-beda berharga dan kekayaan dinilai dari emas.

Sebagai putra Minangkabau Hatta tau betul kalau di masyarakat Minangkabau kekayaan itu tersimpan pada kaum perempuan atau dalam konsep Minang pada kaum bundu kanduang. Kaum perempuan yang disebut dengan bundo kanduang di Minang diungkapkan dalam falsafah Minang yang berbunyi Bundu Kanduang kunci biliak puro nan dalam.  Maksudnya perempuan itu merupakan orang yang bertugas dan berfungsi menyimpan dan menjaga kekayaan keluarga.

Puncaknya adalah saat Hatta berpidato dalam sebuah rapat akbar di lapangan kantin Bukittinggi. Lapangan kantin bagi masyarakat Bukittinggi khususnya, masyarakat Sumatera Barat umumnya sampai sekarang sangat familiar, yaitu lapangan wirbraja milik TNI.  Rapat akbar yang dihadiri ribuan masyarakat Hatta menyemangati dan menyampaikan kepada rakyat bahwa saat itu Negara sedang membutuhkan bantuan dan dukungan dari rakyatnya untuk melawan Belanda. Pada rapat akbar tersebut dilakukan penggalangan dana. Kaum ibu atau dalam masyarakat Minang disebut dengan amai-amai, yang tergugah dan tergerak oleh pidato Hatta dengan ikhlas melepas perhiasan emas yang melekat di tubuh mereka untuk diberikan sumbangan kepada Negara. Perhiasan emas burupa cincin, kalung dan subang dilepas dan dimasukan ke wadah yang diedarkan dalam pertemuan.

Sumbangan emas dari amai-amai waktu itu terkumpul 1 kaleng biskuit atau diperkirakan beratnya lebih dari 14 kg emas. Emas yang terkumpul ini kemudian diserahkan oleh A Karim kepada Hatta. Emas ini digunakan untuk membeli sebuah pesat angkut militer multifungsi Avro Anson yang dikemudian diberi nomor register  Avro Anson RI-003. Pesawat Avro Anson dibeli di Thailand dari warga Negara Australia bernama Paul Keegan, mantan penerbang RAF (Angkatan Udara Kerajaan Inggris). Pesawat ini didatangkan langsung oleh Keegan  ke lapangan udara Gadut Bukittinggi.

Pesawat Avro Anson ini kemudian diawaki oleh pilot Halim Perdana Kusuma dan ko-pilot Iswahyudi.  Halim Perdana Kusumo dan Iswahyudi menerbangkan pesawat Avro Anson menembus blockade Belanda untuk mendapatkan dukungan dari Singapura dan Siam (Thailand)  serta membeli persenjataan untuk menghadapi agresi militer Belaanda.  Peswat Avro Anson dalam menjalankan misinya ditembak jatuh oleh Belanda di Tanjung Hantu Malaysia. Pada peristiwa ini kedua awak pesawat, Halim Perdana Kusuma dan Iswahyudi gugur dan terkubur dengan pesawat Avro Anson di dasar laut tanjung Hantu.  Halim Perdana Kusuma dan Iswahyudi bagi bangsa Indonesia kemudian ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan nama kedua syuhada tersaebut diabadikan menjadi nama pangkalan udara TNI, Pangkalan udara Halim Perdana Kusumo di Jakarta dan Pangkalan udara Iswahyudi di Jawa Timur

 

 


1 komentar:

PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA KE NUSANTARA

                                         PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA KE NUSANTARA   Oleh: Mursal Y    ...