PROKLAMASI SUMATERA

 

PROKLAMASI SUMATERA

Oleh: Mursal Y

Berbagai cara dan usaha dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menyebarkan berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Penyebaran panflet dan menyiarkan melalui stasiun radio Jepang Domai oleh putra-putra Indonesia yang bekerja di stasiun radio tersebut. Berita proklamasi dengan cepat menyebar di masyarakat terutama masyarakat di Jakarta.


Merah Putih Pertama kali berkibar di Jam gadang Bukittinggi 19 Agustus 1945


Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia juga dengan cepat sampai ke Sumatera. Berita proklamasi diterima oleh rakyat Sumatera tepatnya di Minangkabau  dari tanggal 17 – 20 Agustus 1945.  Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia ini cepat sampai ke Minangkabau berkat adanya stasiun radio Jepang Domai  di Bukittinggi.  Adalah Ahmad Basya seorang pegawai PTT menerima berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia melalui stasiun radio Domai. Ahmad Basya kemudian dengan segera memberitahukan tentang berita proklamsi tersebut kepada sejumlah tokoh di Bukittinggi.  Berita proklamasi yang diterima oleh Ahmad Basya kemudian diketik ulang oleh Aidit St. Rajo Nan Sati dan  ditempelkan di lokasi-lokasi penting di Bukittinggi. Ternyata cara ini mempercepat tersebarnya berita proklamasi di kalangan masyarakat Bukittinggi. Berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan cepat menyebar dari mulut ke mulut dalam percakapan masyarakat.

Sekelompok pemuda membawa dan memperlihatkan berita kawat (telegram) tentang proklamsi kemerdekaan Indonesia kepada Muhammad Sjafei.  Setelah mendapat informasi tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia Muhammad sjafei mengadakan rapat di rumah dr. Rasjiddin di Padang Panjang.  Pada rapat tersebut disepakati untuk memperbanyak berita proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut dan disebarkan secara diam-diam kepada seluruh tokoh perjuangan ke berbagai daerah di Minangkabau.  

Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia yang tersebar dengan cepat di Minangkabau baik melalui selebaran maupun dari mulut ke mulut. Rakyat Minangkabau menanggapi berita proklamasi tersebut dengan sangat gembira dan antusias dengan mengadakan rapat-rapat raksasa (pertemuan-pertemuan masyarakat dengan jumlah besar). Puncaknya pada tanggal 29 Agustus 1945 M. Sjafei membacakan teks  proklamasi di rumah dr. Rasjidin di Padang Panjang sebagaimana yang tulis oleh sejarawan Indonesia  DR.Mestika Zed. (rekening listrik rumah tersebut sampai sekarang masih atas nama  dr Rasjidin)



M. Sjafei pertama membacakan kembali teks proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta, kemudian beliau membacakan Proklamasi Sumatera.  Pembacaan proklamasi sumatera sperti berikut ini:

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta 17 boelan 8 tahoen 1945

Atas nama bangsa Indonesia

Soekarno-Hatta

 

Maka kami bangsa Indonesia di Soematra dengan ini mengakoei kemerdekaan Indonesia seperti dimaksoed dalam proklamasi di atas dan menjoenjoeng keagoengan kedua pemeimpin indonosia itoe.

Boekitinggi, hari 29 bln 8 th 1945

 

Atas nama bangsa Indonesia di Soematra

Moehammad Sjafei

 

METODE PENELITIAN SEJARAH

 

METODE PENELITIAN SEJARAH



Oleh: Mursal Y

Penelitian sejarah adalah kegiatan melakukan pengkajian dan penelurusan peristiwa yang terjadi pada masa lalu melalui jejak-jejak sejarah yang ditemukan di masa kini. Penelitian sejarah bertujuan untuk memperoleh informasi, pengetahuan dan pemahaman serta makna yang terkandung dalam sebuah peristiwa masa lalu.  Peneilitan sejarah adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan secara sistematis dengan beberapa tahapan yaitu:

1.    Menentukan Topik Penelitian

Menentukan topik penelitian adalah langkah pertama yang harus dilakukan dalam sebuah penelitian.  Topik Penelitian akan diperoleh apabila ditemukan masalah yang akan diteliti.

Masalah penelitian dapat ditemukan dengan berbagai cara seperti dari studi literatur atau studi kepustakaan, pengematan kehidupan dan gejala sosial dan cara lainnya.  Menemukan masalah penelitian baik dengan cara studi literatur maupun cara lainnya seorang calon peneliti harus mampu melahirkan pertanyaan mengapa fenomena atau sebuah peritiwa itu terjadi. Pertanyaan mengapa dapat dilakukan dengan cara membandingkan kondisi ideal yang ada dengan realita yang terjadi. Pertanyaan penelitian mengapa biasanya akan melahirkan sesuatu yang unik sehingga  menjadi topik penelitian.

2.    Heuristik

Heuristik berasal dari bahasa Yunani heuriskein  artinya menemukan.  Dalam metode penelitian sejarah heuristik adalah serangkaian tahapan dalam pengumpulan sumber-sumber dari berbagai jenis data penelitian. Sumber dan data penelitian berkaiatan dengan topik.

Heuristik merupakan metode yang digunakan oleh seorang sejarawan dalam menemukan bukti-bukti atau fakta sejarah. Seperti yang disampaikan oleh dudung Abdurrahaman (1990), metode heuristik adalah teknik riset yang dipergunakan dalam historiografi melalui keterampilan dalam menemukan, merinci, dan mengenali terkait topik tertentu dengan mempergunakan catatan-catatan kecil.



Berbagai sumber tentang suatu peristiwa yang akan diteliti harus dikumpulkan oleh peneliti sejarah. Sumber sejarah bisa berupa sumber benda seperti bangunan, benda budaya atau yang lainnya, bisa juga sumber bukan benda seperti sumber lisan dan sumber lainnya.

3.    Verifikasi

Verifikasi adalah tahapan peneliti melakukan terhadap sumber yang dikumpulkannya. Pemeriksaan meliputi kebenaran dan keaslian sumber yang didapat.  Verifikasi sering juga disebut dengan kritik sumber. Kritik sumber dilakukan terhadap dua aspek, yaitu kritik internal dan kritik eksternal.



Verifikasi (Kritik) Eksternal

Kritik eksternal adalah menguji  keaslian melalui bahan yang digunakan. Aspek yang diperhatikan waktu melakukan kritik eksternal adalah u autentitas (kesesuaian sumber), orisinalitas (keaslian), dan integritas (keutuhan sumber).

Verifikasi (Kritik) Internal

Kritik internal adalah untuk menguji isi dari sumber sejarah. Yang perlu diperhatikan dalam kritik insternal adalah  sifat sumber (keresmian sumber), latar belakang sumber. Kritik internal dapat dilakukan dengan membandingkannya dengan sumber lain.

4.    Interpretasi

Interpretasi adalah penafsiran dan analisi terhadap fakta-fakta yang ditemukan oleh peneliti. Pada tahap interpretasi peneliti akan menafsirkan dan melihat hubungan anatara satu fakta dengan fakta lain sehingga membentuk suatu rangkaian peristiwa yang bermakna.  Dalam melakukan penafsiran peneliti harus dengan objektif dan rasional

5.    Historiografi

Historiografi adalah tahap terakir dalam penelitian sejarah yaitu tahap penulisan peristiwa sejarah yang diteliti. Perlu dicatat bahawa dalam tahap penulisan, peneliti tidak hanya melaporkan semata tentang suatu peristiwa sejarah melainkan menuliskan peritiwa sejarah dengan pemahaman sesuai dengan pemikiranya.

 

   *Penulis adalah guru sejarah SMAN 1 Ampek Angkek-Sumatera Barat

 

 

PERUBAHAN PETA POLITIK PASCA PD II

 

PERUBAHAN PETA POLITIK PASCA PERANG DUNIA II



Kemenangan sekutu terhadap kelompok central mengakiri  perang kedunia kedua. Menyerahnya Jerman dan Jepang kepada sekutu mengakiri perang yang melibatkan hamper seluruh belahan dunia dan memakan banyak korban. Kemenangan sekutu dan berakhirnya perang dunia II membawa perubahan yang sangat signifikan terhadap peta politik dunia pada abad ke 20.

Harapan dunia untuk terciptanya perdamaian dan ketentraman setelah berakirnya perang dunia II ternyata membutuhkan waktu dan perjuangan panjang mewujudkannya. Dunia kembali dihadapkan dengan konflik baru sebagai kelanjutan dari peristiwa perang duni II.  Perang dunia II menciptakan dua kekuatan besar dunia, Amerikas Serikat dan Unisoviet menjelma menjadi kekuatan yang mempengaruhi dunia. Kekuatan dan pengaruh kedua Negara ini sering juga disebut dengan lahirnya dua Negara super power, Amerika Serikat dan Unisoviet.

Amerika Serikat dan Unisoviet gencar mengembangkan pengaruh di dunia dengan kekuatan yang mereka miliki. Usaha mecari pengaruh kedua Negara ini menjadikan dunia kembali terpolarisasi menjadi dua kelompok yang ikut dengan Umaerika Serikat dan yang ikut dengan Unisoviet. Polarisasi ini dikenal dengan terbentuknya dua block besar yaitu block barat di bawah pengaruh Amerika Serikat dan block timur di bawah pengaruh Unisoviet.  Block barat di bawah Amerika Serikat dengan liberalis kapitalis sementara block timur di bawah Unisoviet tumbuh menjadi kelompok Negara-negara beraliran sosialis-komunis.

Polariasi Negara-negara menjadi dua kutub barat dan timur menjadi salah satu penyebab hubungan antar Negara yang didasari saling curiga mencurigai antara masing-masing block. Trauma psikologis akibat perang dunia kedua masih membekas sementara hubungan antar kelompok Negara diwarnai saling curiga. Perasaan saling curiga ini berakibat lahirnya konflik diberbebagai kawasan regional.. Duia kembali dihiasi oleh berbabagai konflik antar negara.

Hubungan dan pergaulan internasional yang diwarnai konflik semakin memanas ketika masing-masing kelompok membentuk kesepakatan pertahanan bersama dalam menghadapi bahaya ancaman dan serangan dari lawan-lawan mereka. Dimulai oleh Amerika Serikat membentuk pakta pertahanan berasama NATO, kemudian diikuti oleh Unisoviet membentuk Pakta Warsawa selanjutnya berdiri pakat pertahanan bersama lain di kawasan Asia SEATO,  dan pakta pertahan bersama lainnya. Pembentukkan pakta pertahanan bersama ini juga dibarengi dengan usaha masing-masing pakta pertahanan memperkuat diri dalam bidang persenjataan.


Oleh Mursal Y

KRITERIA KETERCAPAIAN PEMBELAJARAN

 

MERUMUSKAN KRITERIA KETERCAPAIAN TUJUAN PEMBELAJARAN (KKTP)




Oleh: Mursal Y

Mengukur ketercapaian pembelajaran  pada kurikulum merdeka menggunakan patokan kepada Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP). KKTP harus dirumuskan oleh guru sejak awal penyusunan program pembelajaran guna membantu dan menjadi pedoman dalam melaksanakan assesment atau penilaian  setiap tujuan pembelajaran (TP)  dalam sebuah capaian pembelajaran (CP).  Perumusan  KKTP sangat dipengaruhi indikatorr tujuan pembelajaran (IKTP) yang disusun guru saat merumuskan Tujuan Pembelajaran (TP).

Merumuskan KKTP memiliki beberapa perbedaan yang esensial bila dibandingkan dengan merumuskan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada kurikulum 2013. Kriteria Ketuntasan Mininal (KKM) pada kurikulum 2013 adalah patakoan untuk mengukur penguasaan kompetensi oleh siswa terhadap setiap KD yang dipelajarinya. KKM dirumuskan oleh guru berdasarkan kepada tiga faktor yaitu inteks siswa, kompleksitas materi dan daya dukung yang tersedia. Guru dalam merusmuskan KKM mulai dari KKM KD sampai pada KKM mata pelajaran. Rata-rata KKM KD menjadi KKM mata pelajaran, rata-rata KKM mata pelajaran menjadi KKM kelas dan rata-rata KKM kelas menjadi KKM satuan pendidikan. Pada kurikulum 2013 satuan pendidikan diberikan kewenangan untuk menetapkan KKM satuan pendidikan.

Fungsi KKM pada kurikulum 2013 adalah sebagai patokan untuk menentukan seorang siswa mencapai ketuntasan belajaratau tidak Sementara pada kurikulum merdeka tidak lagi menggunakan kata ketuntasan melainkan yang digunakan akan adalah kata ketercapaian. Perpedaan penggunaan kata ketuntasan dan ketercapaian pada kedua kurikulum sesungguhnya mempunyai substansi yang berbeda. 

Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP) adalalah untuk melihat sejauh mana siswa mencapai kompetensi pada tujuan pembelajaran yang yang berfungsi untuk merefleksikan proses pembelajaran. Kalau demikian diman letak perbedaanya antra KKTP dengan KKM. Secara sepintas kelihatannya sama namun kalau kita amati betul sesungguhnya berbeda. Ketercapaian Tujuan pembelajaran atau tercapai tidak tujuan pembelajaran oleh siswa digunakan untuk sebagai bahan analisis dan tindak lanjut untuk memperbaiki pembelajaran berikutnya. Ketuntasan Minimal berupa indikator berbentuk angka tanpa adanya penjelasan atau deskripsi tentang perbedaan angka-angka tersebut.  Misalnya seorang siswa memperoleh nilai 80 dari KKM 75, sementara siswa lain memperoleh nilai 90 dari KKM 75. Sementara dalam KKTP ketercapaian pembelajaran dideskripsikan dapat menggambarakan perbedaan  masing-masing tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran.

Berikut beberapa perbedaan antara KKM dengan KKTP

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

  1. Indikator tuntas pada  KKM menggunakan Angka mutlak seperti 75,78, 80
  2. Tiidak ada penjelasan atau deskripsi mengenai perbedaan angka indikator tersebut.
  3. Siswa yang tidak tidak mencapai indikator tuntas maka dilakukan remedial untuk mencapai angka ketuntasan minimal. 
  4. KKM cenderung meratakan kemampuan peserta didik hanya karena memiliki nilai yang sama.
  5. Tidak bisa membedakan penguasaan siswa yang memiliki nilai indikator yang sama dengan siswa lain

Kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP)

  1. Indikator ketercapaian pempelajaran pada KKTP berbentuk deskripsi konkret mengenai keterampilan dan kompetensi yang dikuasai siswa.
  2. Indikator ketercapaian pembelajaran merupakan , sebagai bukti bahwa siswa telah mencapai tujuan pembelajaran. 
  3. Indikator kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran tidak disarankan untuk menggunakan angka mutlak seperti, 70,85,90. 
  4. Jika diperlukan guru diperkenankan menggunakan rentang/ interval  nilai misalnya 70-80, 81-90 dalam menetukan indikator KKTP dan tetap memberikan deskripsi/ keterangan mengenai tiap interval tersebut. 
  5. Deskripsi tentang perkembangan siswa menjadi lebih terukur dan personal sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
  6. Siwa  yang mencapai nilai sama dengan siswa lain penjelasan dalam laporan hasil belajarnya bisa membedakannya.
  7. Penjelasannya  dalam deskripsi ketercapain pembelajaran benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan, progres, dan area perkembangan masing-masing siswa.
  8. Bila ditemukan siswa  tidak mencapai indikator ketercapaian guru akan melakukan refleksi dan evaluasi. 

 

Guru dalam mengembangkan kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP) dapat menggunakan beberapa cara antara lain:

1.    Menggunakan Deskripsi Kriteria

2.    Mernggunakan pendekatan rubrik

3.    Menggunakan skala atau interval

Ketiga cara mengembangkan KKTP menggunakan deskriptif tentang capaian yang diperoleh oleh siswa. Deskripsi yang disusun guru mencakup kategori yang dicapai siswa seperti, Kurang, Cukup, Baik,  Sangat Baik, atau Kurang memadai, Memadai dan Sangat Memadai dan kategori lain.  Penentuan kategori perolehan pencapaian siswa tentu didasarkan kepada Tujuan Pembelajaran yang telah dirumuskan.

Deskripsi dan kategori pencapaian tujuan pembelajaran seperti yang diuraikan di atas bersifat kualitatif.  Di sisi lain kita menemukan rapor yang merupakan laporan pencapaian dan perkembangan hasil belajar siswa bersifat kuantitatif atau angka. Alan timbul pertanyaan-pertanyaan antara lain:

·       Bagaiamana dengan nilai rapor yang bersifat kuantitatif berupaangka mutlak ?  

·   Apa yang menjadikan dasar pertimbangan bagi guru untuk menetapkan seorang siswa mencapai kategori pencapaian tujuan mata pelajaran tertuntu ?

Jawaban dari pertanyaan yang pertama adalah mebuatkan interval nilai masing-masing kategori pencapaian. Misalnya dibawah 60 Kurang, 61-70 Cukup, 71-80 Baik, 81 ke atas Sangat Baik. Interval ketercapaian ini selanjutnya diolah menjadi nilai sumatif yang dilaporkan dalam rapor siswa. Pertanyaan selanjutnya adalah dasar penentuan kategori  ketercapaian tujuan pembelajaran siswa ?  Penentuan kategori pencapaian tujuan pembelajaran adalah indikator ketercapaian pembelajaran.

 Penentuan kategori pencapaian tujuan pembelajaran ini sekaligus sebagai jawaban pertanyaan apa yang menjadikan dasar pertimbangan bagi guru untuk menetapkan seorang siswa mencapai kategori pencapaian tujuan mata pelajaran tertuntu ? Dasar yang menjadi pertimbangan bagi guru untuk menetapkan seorang siswa telah mencapai atau belum tujuan pembelajaran adalah seberapa tujuan pembelajaran yang dirumuskan dicapai oleh masing-masing siswa. Untuk bisa mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran ini guru harus terlebih dahulu menentukan tanda-tanda atau cirri seorang siswa telah mencapai tujuan pembelajaran. Tanda-tanda pencapaian tujuan pembelajaran ini biasanya kita sebut dengan indikator pencapaian kompetensi pada kurikulum 2013 sedangkan pada kurikulum merdeka disebut dengan Indikator Ketercapaian Pembelajaran (IKTP).  IKTP diturunkan atau oleh guru saat merumuskan Tujuan Pembelajaran (TP) masing-masing Capaian Pembelajaran (CP) di setiap fase.

Berikut ini contoh simulasi perumusan KKTP berdasarkan IKTP setiap Tujuan Pembelajaran (TP).

No

Capaian Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran

Indikator Ketercapaian pembelajaran

KKTP

1

Peserta didik mampu konsep dasar studi sejarah yang meliputi  konsep manusia, ruang, waktu diakronis (kronologi), sinkronis, kausalitas perubahan berkelanjutan, kegunaan sejarah, metode penelitian sejarah

Setelah pembelajaran ……………... ……………… ……………..

……

 

1.    Menguraikan konsep ruang dan waktu dlm sejarah

2.    Menjelaskan konsep sinkronik dan diakronik

3.    Menguraikan fungsi sinkronik dan diakronik dalam penulisan sejarah

4.    Mengaitkan hubungan satu peristiwa dengan peritiwa lainnya

5.    Melakukan penelitian sederhana tentang sejarah masyarakat tempat tinggal siswa

6.    dst

Dari 5 indikator Ketercapaian pembelajaran (IKTP) yang diturunkan oleh guru dari kompetensi capaian pembelajaran, siswa baru bisa mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan misalnya minimal menguasi 3 IKTP.  Maka KKTP pada Tujuan Pembelajaran ini adalah 3/5 atau  60 %

 

Dari contoh perumusan IKTP di atas diperoleh KKTP pada Tujuan Pembelajaran tersebut adalah 60 %. Maka langkas selanjutnya yang dilakukan oleh guru adalah membuat interval dan pengelompokkan kategori pencapaian pembelajaran. Misalnya. Ketercapaiann di bawah 60 % belum tercapai atau kategori kurang, 60% - 70 % kategori telah tercapai, 71 % - 80 %  tercapai dengan baik, 81 % ke atas tercapai dengan sangat baik. 

Pengelompokan pengkategorian ketercapain pembelajaran di atas akan membantu guru saat melakukan pengelohan nilai sumatif. Guru bisa lebih mudah mengolah nilai dari bentuk persen ke nilai yang berbentuk angka dari 0 – 100.

HUMAN TRAFICKING ROMUSHA GAYA BARU

 

HUMAN TRAFICKING  ROMUSHA GAYA BARU



Oleh:  Mursal Y

Tinda Pidana Penjualan Orang atau TPPO dewasa ini sangat marak terjadi. Pada bulan Juli 2023 polisi berhasil menangkap sejumlah sindikat penjualan orang dan menyelamatkan ratusan korbanya. Modus yang digunakan oleh pelaku adalah menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji yang tinggi. Namun setelah calon tenaga kerja berhasil mereka rekrut ternyata mereka ditipu. Mereka bukan ditempatkan bekerja sebagaiman yang dijanjikan. Para pekerja tersebut dipekerjakan di Negara dan tempat yang tidak sesuai yang dijanjikan. Mirisnya di tempat kerja tersebut mereka tidak diberi gaji, mendapat siksaan disekap dan bentuk penyiksaan lainnya yang sangat tidak manusiawi.

Para korban  human traficking atau TPPO ini tergiur untuk bekerja di luar negeri dengan iming-iming gaji besar tentu tidak terlepas dari kondisi ekonomi para korban. Alaasan lain mungkin juga  keinginan untuk mendapat penghasilan yang besar di luar negeri.  Sulitnya mencari pekerjaan dengan penghasilan yang mencukupi di dalam negeri tentu menjadi salah satu alasan sekaligus penyebab para korban tergiur untuk menerima tawaran pekerjaan oleh para sindikat TPPO. Bahkan juga ditemukan para korban rela untuk membayar sejumlah uang untuk mendapatkan pekerjaan tersebut. Kondisi e dekonomi dan social masyarakat seperti diuraikan di atas menjadi lading empuk bagi para sindikat TPPO untuk menjaring para korbanya.

Kalau kita buka lembaran sejarah bangsa Indonesia sesungguhnya tindakan TPPO yang terjadi dewasa ini juga pernah terjadi di era penajajahan Jepang dalam kontek dan situasi yang berbeda.  Jepang menghadapi perang Asia Timur Raya atau perang dunia kedua membutuhkan  dana yang cukup banyak untuk menghidupkan mesin-mesin perangnya. Jepang membutuhkan jumlah tenaga kerja yang sangat banyak untuk mendukungnya dalam menghadapi perang. Jepang juga membutuhkan tenaga kerja yang banyak guna membangun infrastruktur guna memudahkan membawa hasil eksploitasi di daerah jajahanya serta mesin-mesin perangnya.

Pembangunan infrastruktur perang Jepang dengan menerapkan kerja pakasa kepada rakyat tanah jajahan yang dikenal dengan nama romusha.  Cara yang ditempuh Jepang dalam merekrut tenaga romusha hampir sama dengan cara-cara yang dilakukan oleh sindikat TPPO dewasa ini. Jepang menawarkan kepada rakyat tanah jajahan untuk bekerja di perusahan-perusahaan Jepang di luar daerahnya dan akan diberi gaji yang tinggi. Tawaran pekerjaan dan rayuan gaji yang tinggi ini membuat rakyat tanah jajahan termasuk rakyat Indonesia mendaftar untuk menjadi romusha.

Rakyat tanah jajahan dengan sukarela mendaftarkan diri untuk menjadi romusha karena sulitnya ekonomi dan susah kehidupan di zaman penjajahan Jepang waktu itu. Ternyata setelah mereka mendaftar sebagai romusha, para romusha dibawa dari daerahnya ke tempat-tempat kerja pakasa yang jauh dari daerah asal mereka. Para romusha dipaksa bekerja untuk membangun rel kereta api, menggali lobang-lobang pertahanan dan pekerjaan paksa lainnya. Romusha bekerja di camp-camp kerja paksa di tengah hutan dengan tidak diberi makan dengan cukup dan tetap dipaksa bekerja meski dalam keadaan sakit. Sangat banyak para romusha yang meninggal dunia di camp kerja paksa baik karena penyakit menular, malaria maupun karena kecelakaan kerja. Sangat sedikit dari romusha  yang selamat dan pulang ke daerah mereka masing-masing setelah kekalahan Jepang pada peraang dunia II.

                                             romusha kerja paksa membanguin rel-rel kereta api

                                            Kondisi pekerja paksa romusha

Calon romusha yang menggalami nasib baik karena tidak jadi diberangkatkan terjadi di Minagkabau (Sumatera Barat). Para pemuda di Sumatera Barat direkrut oleh Jepang untuk di jadikan romusha dan dijanjikan untuk bekerja di perusahaan Jepang di Logas Vietnam. Sangat banyak pemuda yang mendaftar menjadi romusha. Bagi masyarakat Minang waktu itu mereka mendaftar untuk pergi ke Loge. Loge  adalah sebutan orang Minang untuk Logas. Para calon romusha dari Minang  tidak jadi diberangkatkan ke Logas karena Jepang terlanjur kalah dalam Perang dunia II.

Calon romusha yang gagal diberangkatkan ini disuruh pulang ke daerah mereka masing-masing. Banyak dari pemuda calon romusha  ini yang tidak pulang ke kampong halamannya karena malu. Mereka malu pulang ke kampungnya takut ditertawakan oleh orang kampungnya karena sudah tertip[u oleh Jepang. Mereka malu karena waktu akan berangkat mereka dengan bangganya menyampaikan kalau mereka mau ke Loge/Logas. Para calaon romusha ini banyak hidup menggelandang di Bukittinggi. Maka sejak itu di masyarakat Minangkabau ada pameo jan maloge juo. Jan maloge  maksudnya jangan membual. Pameo ini cukup lama menjadi penghias perbincangan masyarakat bahkan sampai tahun 1980-an masih ada.

 

Terimakasih

 

  

 

 

HIJAB DAN PERSPEKTIF

 

PAKAIAN DALAM PERSPEKTIF ZAMAN

Oleh: Mursal Y

 


Hijab atau jilbab dewasa ini merupakan asesoris pakaian perempuan muslimah di Indonesia. Hijab bagi kaum muslimah Indonesia bukan hanya sebagai penunjuk jati diri semata melainkan juga sebagai gambaran wujud ketaatan terhadap menjalankan perintah agama. Bahkan kita bisa menumukan beberapa perempuan yang sbelumnya dalam berpakaian tidak menggunakan hijab kemudian menggunakan hijab sering disebut bahwa seseorang itu sedang atau sudah melakukan hijrah. Hijrah yang dimaksud adalah mulai menjalankan perintah agama (Islam) sesuai dengan yang digariskan oleh agama.

Penggunaan hijab ini bahkan untuk daerah-daerah tertuntu seakan menjadi seperti sebuah kewajiban. Bahkan ada berkembang di masyarakat perasaan aneh atau janggap saat melihat perempuan muslimah di daerah-daerah tertentu yang tidak berhijab. Hijab  seakan menjadi identitas muslimah. Fenomena hijab ini menjadi berbagai bentuk perkembangan mode dan bentuk hijab. Secara umum lahir dua kelompok hijab, hijab syari dan hijab modis.

Perkembangan hijab dan persepsi tentang hijab  seperti yang diuraikan di atas terjadi di Indonesia sejak  era reformasi. Pada zaman orde baru penggunaan hijab tidaklah semasif seperti sekarang ini. Perempuan-perempuan muslim di zaman orde baru biasa saja kita temukan tidak berhijab. Menggunakan pakain dan seragam tanpa penutup kepala, rok sebawah lutut adalah hal yang biasa saja. Hanya sekolah-sekolah agama seperti pesantren dan madrasah yang mewajibkan siswi nya menggunakan hijab. Sekolah-sekolah umum kita akan menemukan seragam siswa yang tidak menggunakan penutup kepala dan rok sebawah lutut. Meski juga kita akan menemukan sejumlah siswa perempuan berhijab dalam jumlah yang tidak banyak.



Kalau kita tarik lebih ke belakang lagi ke zaman pergerakan nasional juga akan ditemukan fenomena khas zamannya. Perempuan-perempuan muslim di era pergerakan juga tidak ditunjukkan dengan menggunakan hijab. Kita bisa menemukan tokoh-tokoh perempuan pergerakan nasional yang berasal dari kalangan Islam tidak menggunakan hijab. Cut Nya Dien, dan Siti Rohana Kudus misalnya. Kedua tokoh perempuan dan pejuang peerempuan di atas berasal dari kalangan Islam yang taat tapi kedua tokoh tersebut tidak menggunakan penutup kepala.



Perlu juga di catat, kampanye penggunaan penutup kepala sejenis hijab di era pergerakan nasional itu dipelopori oleh pendiri Diniyyah Putri Padang Panjang,  Rahmah El Yunisiyyah.  Rahmah El Yunisiyyah mewajibkan murid-muridnya memakai penutup kepala yang dinamakan dengan lilik,  Lilik adalah sejenis hijab  cirri khas Dinayyah Putri Padang Panjang


                                                     Rahmah El Yunisiyyah  dengan lilik-nya


 

PRRI: DARI REUNI MENJADI REVOLUSI

 

PRRI: DARI REUNI MENJADI REVOLUSI

Oleh: Mursal Y


Dewasa ini kita sering mendengar atau mungkin mengikuti kegiatan reuni. Kegiatan untuk bertemu-temu kembali dengan teman-teman lama dan sudah cukup lama terpisahkan oleh berbagai faktor. Apakah itu teman-teman lama sesama sekolah dulu atau teman-teman sesama tempat kerja dan tugas pada waktu lalu.  Begitu juga dengan peristiwa besar dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Sebuah peristiwa besar di awal kemerdekaan Indonesia yang kemudian dikenal dengan PRRI terjadi diawali oleh sebuah kegiatan reuni.

PRRI, peristiwa pergolakan daerah yang terjadi pada tahun 1958 – 1961 diawali oleh kegiatan reuni oleh bekas anggota Devisi Banteng  pada tanggal 22 Februari 1956 di Studio Persari Jakarta. Devisi Banteng adalah satuan dari tentara yang beerjuang pada perang kemerdekaan Indonesia di Sumatera Tengah, (Sekarang Sumatera Tengah telah dimekarkan menjadi Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi dan Kepri). Devisi Banteng dibubarkan pada tahun 1948 sebagai dampak dari program RERA (Rekontruksi dan Rasionalisasi) pemerintah waktu itu. Pemerintah di masa Kabinet Hatta berusaha mengurangi beban ekonomi Negara terutama dalam menggaji pegawai dan tentara. Upaya penanggulangan beban Negara ini Hatta menjalankan program RERA merasionalisasi dan merekonstruksi jumlah dan struktur tentara.  Tentara yang sebagian besar berasal dari kalangan laskar-laskar perjuangan dan dianggap tidak profesional dikembalikan ke pekerjaan sipil sebelumnya. RERA menjadikan militer Indonesia di isi oleh tentara professional dan jumlah satuan dikurangi dengan membubarkan beberapa devisi. Salah satu devisi yang dibubarkan adalah Devisi Banteng.  Anggota Devisi Banteng yang lulus seleksi dilebur atau digabungkan ke devisi lain yaitu Devisi Sliwangi.

22 Februari 1956 sejumlah bekas anggota Devisi Banteng mengadakan reuni atau pertemuan di Studio Persari Jakarta. Reuni bertujuan untuk membicarakan nasib sebagian bekas anggota Devisi Banteng yang hidupnya terlantar. Pembicaraan yang semula membicara nasib teman-teman mereka yang terlantar akhirnya meluas ke isu-isu nasional yang berkembang saat itu. Peserta reuni membicarakan dan membahas perkembangan ekonomi dan pembangunan yang hanya tertuju untuk pulau Jawa sementara daerah tidak tersentuh pembangunan termasuk Sumatera Tengah.  Peserta reuni berkesimpulan bahwa untuk membangun daerah Sumatera Tengah tidak mungkin menggantungkan harapan kepada pemerintah pusat. Pembangunan Sumatera Tengah akan dilakukan sendiri dengan cara menggali potensi dan kekayaan yang dimiliki serta menuntut otonomi yang seluas-luasnya kepada pemerintah pusat. Pembangunan daerah akan dilakukan di bawah koordinasi sebuah dewan yang kemudian diberi nama dengan Dewan Banteng yang diketuai oleh Letkol Ahmad Husein.

                                                               Letkol.Ahmad Husein

Dewan Banteng menuntut kepada pemerintah pusat untuk menempatkan putra-putra daerah terbaik menempati jabatan-jabatan penting di Sumatera Tengah. Tuntutan ini didasarkan pada alasan bahwa putra daerah lebih mengetahui kebutuhan daerahnya. Tuntutan ini disampaikan oleh Dewan Banteng karena pada waktu itu jabatan-jabatan penting di daerah diisi oleh orang-orang pemerintah pusat. Pengisian jabatan-jabatan penting di daerah oleh pemerintah pusat menurut Feit telah menimbulkan kegusaran di daerah-daerah.

Guna memperjuangkan tuntutanya Devisi Banteng mengutus delegasi Sumatera Tengah untuk menemui pemerintah pusat. Delegasi Dewan Banteng beranggotakan A Hali, Dahlan Ibrahim, Sidi Bakruddin, Kol. Dahlan Djambek, berhasil menemui Perdana Mentri Ali Sastro Amidjojo 22 November 1956, 24 November 1956 berhasil menemui Muhammad Hatta dan AK Pringgodigdo. Delegasi tidak berhasil menemui Presiden Soekarno, karena presiden menyerahkan permasalahan kepada Perdana Mentri. Pada awalnya tuntutan otonomi daerah mendapat respon baik dari pemerintah pusat, namun kemudian tuntutan tersebut tidak bisa dipenuhi karena terjadinya peristiwa Cikini dan pengambil alihan pemerintah di Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Muljohardjo oleh Dewan Banteng. Pengambil alihan pemerintah oleh Dewan Banteng dianggap oleh pemerintah pusat sebagai bentuk tindakan inskonstitusional.

Pengambil alihan pemerintahan yang dilakukan oleh Dewan Banteng berakibat terjadinya ketegangan hubungan  Sumatera Tengah dengan pemerintah pusat.  Pemerintah mengirim utusan untuk menemui Dewan Banteng di Sumatera Tengah.  Delegasi pemerintah pusat yang dipimpin oleh Menteri Pertanian Eny Karim gagal menemui pimpinan Dewan Banteng. Kedatangan romobongan Eny Karim di Bandar udara Tabing Padang disambut dengan lemparan batu oleh masyarakat.

Sebelum mengirim Menteri Pertanian Eny Karim pemerintah juga telah mengirim utusan ke Sumatera Tengah di bawah pimpinan Zainal Burhanuddin.  Delegasi yang dipimpin oleh Zainal Burhanuddin memberikan laporan kepada pemerintah pusat bahwa kegiatan Dewan Banteng tidak  membahayakan stabilitas nasional karena kegiatan Dewan Banteng lebih banyak  tertuju untuk pembangunan daerah dari masalah politik.

Ketegangan hubungan pemerintah pusat dengan daerah Sumatera Tengah semakin menghangat setelah sejumlah pemimpin nasional yang menyuarakan kepentingan daerah kepada pemerintah puast bergabung dengan Dewan Banteng. Pemimpin-pemimpin nasional yang menyuarakan kepentingan daerah antara lain M. Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap. Para tokoh nasional tersebut bertolak ke Padang dan bergabung dengan gerakan yang dilakukan oleh Dewan Banteng. Keberangkatan tokoh-tokoh nasional ke Padang juga didorong karena tekanan yang mereka terima dari pemuda-pemuda radikal atas sikap mereka yang tidak setuju dengan tindakan pemerintah mengambil alih sejumlah perusahaan asing.

 Bergabungnya sejumlah tokoh nasional yang notabenenya tokoh-tokoh politik Islam dengan Dewan Banteng membuat gerakan Dewan Banteng menjadi lebih revolusioner.  Pada tanggal 10 Februari 1958 dalam sebuah rapat raksasa di Padang, ketua Dewan Banteng, Ahmad Husein menyampaikan ultimatum kepada pemerintah pusat. Ultimatum yang disampaikan Dewan Banteng adalah:

1.    Dalam waktu 5 X 24 Jam Kabinet Djuanda harus menyerahkan jabatanya kepada prisiden atau pejabat presiden, presiden atau pejabat presiden mencabut mandat kabinet Djuanda

2.    Presiden atau pejabat presiden memberi tugas kepada Muhammad Hatta dan Sri Sultan Hamengkubowono IX untuk membentuk zaken cabinet terdiri dari tokoh-tokoh yang jujur, berwibawa, cakap, cerdas dan bebas dari anasir antituhan

3.    Meminta kepada Drs. Muhammad Hatta dan Sri Sultan Hamengkubowono IX untuk menyediakan diri menolong Negara dan bangsa

4.    Meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan pimpinan lainnya untuk mengizinkan Muh. Hatta dan Sri Sultan Hamengkubowono IX menyelamatkan bangsa dan Negara

5.    Meminta kepada presiden untuk kembali kepada kedudukanya sebagai presiden konstitusi dengan membuktikanya dengan kata-kata dan perbuatan dan memberi kesempatan sepenuhnya kepada Muh. Hatta dan Sri Sultan Hamengkubowono IX untuk melakukan kewajibanya sampai pemilihan umum mendatang

Ultimatum Dewan Banteng dibahas  pada siding cabinet 11 Februari 1958. Sidang yang dipimpin oleh Perdana Menteri Djuanda menolak semua tuntutan Dewan Banteng. Sebagai tindak lanjut dari sidang kabinet Markas Besar Angkatan Darat memberhentikan dengan tidak hormat Dahlan Djambek, Lubis dan Simbolon dari militer. Pemberhentian dengan tidak hormat ini juga diikuti keluarnya surat perintah penangkapan kepada mereka dari Panglima TNI, Jenderal AH Nasution 12 Februari 1958.  Tanggapan pemerintah pusat terhadap ultimatum Dewan Banteng dijawab oleh Dewan Banteng dengan mengumumkan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) 15 Februari 1958 di Bukittinggi. Dewan Banteng juga mengumumkan Sjafruddin Prawuranegara sebagai Perdana Menteri PRRI.

Pengumuman berdirinya PRRI mendapat sambutan dan dukungan dari rakyat Sumatera Tengah. Dukungan yang diberikan oleh masyarakat ini tidak terlepas dari kekecewaan mereka terhadap pemerintah pusat yang mengabaikan pembangunan dan ekonomi daerah selama ini.  Pengumuman beridirnya PRRI ditanggapi oleh pemerintah pusat dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan tokoh-tokoh yang terlibat PRRI pada tanggal 16 Februari 1958.  Keluarnya surat perintah penangkapan tokoh-tokoh PRRI 16 Februari 1958 menandai bangsa Indonesia mulai berada dalam kancah perang saudara. Perang antara pemerintah pusat dengan daerah Sumatera Tengah. Pemerintah pusat mengirim pasukan militer ke Sumatera Tengah untuk menumpas PRRI.

Perang saudara dalam usaha memadamkan PRRI memakan waktu yang cukup lama dan korban baik jiwa, moril, sosial dan materil yang cukup banyak. Pemberontakan PRRI diakhiri dengan keluarnya amnesti umum oleh pemerintah pusat bagi mereka yang terlibat. Para tokoh yang terlibat dengan PRRI diminta untuk kembali kepada ibupertiwi dan mereka diberi amnesti dan tidak dilakukan tindakan.

 

Demkian tulisan pendek ini,

Tulisan berikutnya saya akan coba membahas tentang kondisi sosial masyarakat Sumatera Tengah, khususnya Minangkabau di masa perang saudara, PRRI

 

 

 

 

 

PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA KE NUSANTARA

                                         PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA KE NUSANTARA   Oleh: Mursal Y    ...