PERANG
KAMANG: PERLAWANAN BANGSA INDONESIA
TERHADAP
PENINDASAN KOLONIAL
BELANDA
YANG NYARIS HILANG
DALAM
MEMORI BANGSA
Oleh: Mursal Y, S.Pd
Politik Tanam Paksa di zaman pemerintahan kolonial Belanda telah
mendatangkan berbagai dampak dalam kehidupan sosial masyarakat Hindia Belanda.
Pemerintaha kolonial Belanda mewajibkan daerah-daerah di Nusantara untuk
menanam tanaman ekspor demi kepentingan keuangan negeri Belanda. Politik Tanama
paksa bagi masyarakat Minangkabau lebih diperparah lagi dengan penerapan pajak
badan atau yang lebih dikenal dengan oleh masyarakat istilah pajak balesteng, yaitu penerapan pajak bagi
setiap kekayaan masyarakat mulai dari hewan ternak, tanaman bahkan pajak jiwa
atau individu.
Tanam
paksa, kerja rodi dan pajak balesteng, tentunya telah mendatangkan
penderitaan yang berlipat ganda bagi rakyat Indonesia. Tekanan dan penindasan
di era ini dijawab oleh masyarakat Kamang di Minangkabau dengan melakukan
sebuah pemberontakan yang dalam catatan sejarah dikenal dengan peristiwa
“Perang Kamang” . Reaksi terhadap
penindasan kolonial Belanda ini dilakukan oleh masyarakat Kamang yang jauh
sebelumnya telah tetanam jiwa perlawanan bagi diri mereka. Kamang yang pada
periode sejarah Indonesia sebelumnya merupakan salah satu daerah basis
penggerak peristiwa perang Paderi. Di daera inilah Tuanku Nan Renceh memulai pergerakannya yang
kemudian berkembang menjadi sebuah perang besar, yaitu Perang Paderi.
Tuanku
Ibrahim, salah seorang pengikut Tuanku Nan Renceh, tetap memiliki rasa tidak
senang dengan keberadaan Belanda di daerah Kamang. Meskipun Perang Paderi telah
usai, bagi Tuanku Ibrahim, Belanda bukanlah bangsa yang bisa dijadikan sahabat.
Ibrahim memiliki keyakinan bahwa Belanda akan senantiasa mendatangkan kesengsaraan
dan penderitaan bagi rakyat Kamang. Hal
inilah yang mendasari Tuanku Ibrahim menjauhkan
putranya yang bernama Sidi, yang kemudian bernama Abdul Manan, jauh
dari kekuasaan Belanda. Tuanku Ibrahim
membawa Abdul Manan merantau ke Malaysia, tepatnya Sungai Ujung Negri Sembilan.
Pada
tahun 1877, sekembali dari tanah suci Mekah, Abdul Manan tidak kembali kembali
ke Malaysia, melainkan pulang ke kampung halamannya di Kamang. Di Kamang, Abdul
manan tidak bisa menghilangkan keinginan yang ada dalam dirinya untuk menentang
pendudukan Belanda. Selama lebih kurang 30 tahun Abdul Manan menanamkan
nilai-nilai perlawanan terjhadap pemerintah kolonial Belanda. Penanaman
nilai-nilai perlawanan ini dilakukan oleh Abdul Manan melalui media dakwah atau
pengajian di suraua-surau tempat
beliau membimbing murid-muridnya.
Penanaman
nilai-nilai agama tentang yang hak dan yang bathil telah menumbuhkan jiwa
perlawanan bagi para pengikut Abdul Manan. Puncak dari perlwanan tersebut
adalah terjadinya penolakkan terhdap pajak balesteng
oleh masyarakat Kamang. Penolakkan ini jelas sangat merugikan Belanda.
Perlawanan rakyat kamang ini dijawab oleh pemerintah kolonial Belanda dengan
menumpas gerakan Abdul Manan. Pada malam 15 juni 1908 Belanda pasukan Belanda
melakukan penyerbuan ke Nagari Kamang. Pada malam itu pertempuran antara
pengikut Abdul Manan dan pasukan Belanda terjadi sampai subuh. Koorban
berjatuhan dari kedua belah pihak. Dalam memori masyarakat Kamang masih
tersimpan bahwa sejumlah paukan Belanda gugur dan dibawa ke Bukittinggi dengan
pedati. Dari kaum perlawanan pun berjatuhan korban, termasuk Abdul Manan
sendiri.
Perlawanan
perang Kamang 1908 merupakan salah satu bukti perlawanan bangsa Indonesia
terhadap kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia. Jiwa-jiwa anti Belanda dan
penjajahan telah tumbuh dan berkembang di bumi nusantara, salah satunya terjadi
di Kamang bahkan jauh sebelum keinginan membentuk negara bangsa ini.
Peristiwa
heroik perang kamang 1908, merupakan reaksi lokal terhadap kebijakan kolonial
secara nasional. H. Abdul Manan berhasil menggerakkan pengikutnya untuk
menentang kebijakkan kolonial meskupun harus membayarnya dengan darah dan
nyawa. Dengan kesadaran akan hak telah membawa masyarakat Kamang dan sekitarnya
ke dalam perlawanan frontal terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda.
Perang
Kamang merupakan perlawanan untuk menuntut kebebasan dan rasa aman dalam hidup.
Abdul Manan berhasil menggerakkan masyarakat Kamang menentang kebijakkan
kolonial Belanda yang membebani dan memberatkan rakyat dari sejumlah kewajiban
pajak yang mencekik. Rakyat Kamang memberikan reaksi atas kewajiban beragam
pajak, pajak tanaman, pajak hewan ternak dan pajak jiwa yang diterapkan
pemerintah kolonial Belanda.
Pajak
yang mengikat dan memberatkan rakyat di jawab dengan reaksi perlawanan yang
beruju terjadinya peristiwa heroik “Perang Kamang” dalam perjalanan sejarah
bangsa Indonesia. Peristiwa heroik yang pernah ada di bumi nusantara di awal
abad ke 20 masih tersimpan rapi di sebagian kecil masyarakat Kamang. Generasi
yang hidup di awal kemerdekaan senantiasa mengambil inspirasi dan motivasi
perlawanan dari peristiwa perang Kamang. Namun demikian, perang Kamang saat ini
seakan hilang dari momori bangsa Indonesia saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar